Selasa, 14 Januari 2014



SEPUTAR ANEMIA GIZI BESI (AGB)
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi klinik
            Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
                Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka  lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
      ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,  dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
Etiologi
  1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
         Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
1. Karena kekurangan zat gizi
 Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor                                                                                                                          
   luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM   disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
2. Karena perdarahan
       Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar  dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
3. Karena otoimun
 Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.

Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering  dikaitkan dengan anemia adalah:
  1.  kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
  2. sakit kepala, dan mudah marah
  3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
  4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
      
 
Klasifikasi anemia
                 Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
          Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
          Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
         Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
 (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
 (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit                       
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
                Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
           Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
(1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
Anemia aplastik
                Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan  sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
 
Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Anemia defisiensi besi
                Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
 Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka  sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi,
bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik  (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
                Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan  dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.

Daftar Pustaka
 1.   Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta
 2.  
http://www.majalah-farmacia.com
 3.  
http://www.pediatrik.com
 4.   Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta


untuk mendapatkan informasi lebih lanjut silahkan klik salah satu kata di bawah ini
  1. manifestasi klinik 
  2. hematokrit
  3. hipovolemia
  4. Hipoksemia
  5. Hemoglobin
  6. sintesis protein
  7. sel darah merah  
  8. asam folat  
  9. vitamin B12 
  10. Biokimia Darah 
  11. sintetis globin 
  12. talasemia
  13. metabolisme sel  
  14. anemia defisiensi besi 
  15. stenosis koroner 
  16. konstipasi 
  17. transfusi darah 
  18. gangguan herediter
  19. menstruasi 
  20. angina 
  21. modifikasi diet
  22. hemoroid
  23. gastrektomi
  24. parenteral
  25. peredaran saluran kemih














Senin, 13 Januari 2014

Tips sehat: Cara Mengobati Anemia Kurang Darah

Bagaimana cara paling mudah untuk mengatasi anemia atau kurang darah ? Bagaimana gejala atau tanda-tanda kurang darah dan bagimana pula cara mengobatinya ?
Anemia atau yang lebih familiar dalam masyarakat kita disebut kurang darah merupakan suatu kondisi dimana kadar HB (hemoglobin) dalam sel darah merah kurang dari standar normal.
Sebelum kita melangkah lebih lanjut bagaimana cara mengatasi anemia, sebaiknya kita bahas dahulu bagimana gejala atau tanda-tanda dari anemia ini.
Nah kali ini Superampuh.com akan bahas selengkapnya.
Tanda-tanda anemia atau kurang darah pada seseorang biasanya diawali dengan gejala seperti berikut :
• Mengalami kelelahan, badan terasa lemah, pucat dan kurang bergairah
• Dalam kondisi tertentu tidak mampu berkonsentrasi dan rentan terhadap adanya infeksi
• Sedangkan pada penderita anemia kronis akan menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan kesulitan dalam menelan.
baca selengkapnya

Seputar Kesehatan Anak
10 September 2013

Nutrisi Pada Remaja


Fenomena pertumbuhan pada masa remaja menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan secara maksimal karena nutrisi dan pertumbuhan merupakan hubungan integral. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada masa ini dapat berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan linear. Pada masa ini pula nutrisi penting untuk mencegah terjadinya penyakit kronik yang terkait nutrisi pada masa dewasa kelak, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan osteoporosis.
Sebelum masa remaja, kebutuhan nutrisi anak lelaki dan anak perempuan tidak dibedakan, tetapi pada masa remaja terjadi perubahan biologik dan fisiologik tubuh yang spesifik sesuai gender (gender specific) sehingga kebutuhan nutrienpun menjadi berlainan. Sebagai contoh, remaja perempuan membutuhkan zat besi lebih banyak karena mengalami menstruasi setiap bulan.
Selain perubahan biologik dan fisiologik, remaja juga mengalami perubahan psikologik dan sosial. Terdapat variasi waktu dan lamanya berlangsung masa transisi dari anak menjadi manusia dewasa yang dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural dan ekonomi. Selain itu, remaja bukanlah kelompok yang homogen walaupun berada dalam lingkungan sosio-kultural yang sama dengan variasi lebar dalam hal perkembangan, maturitas dan gaya hidup. Penelitian Blum (1991) pada remaja 15-18 tahun, didapatkan bahwa remaja lelaki lebih percaya diri, merasa lebih bahagia dan sehat serta lebih tidak rentan dibandingkan remaja perempuan yang cenderung merasa kurang puas akan keadaan tubuhnya, kepribadian serta kesehatannya. Masalah nutrisi utama pada remaja adalah defisiensi mikronutrien, khususnya anemia defisiensi zat besi, serta masalah malnutrisi, baik gizi kurang dan perawakan pendek maupun gizi lebih sampai obesitas dengan ko-morbiditasnya yang keduanya seringkali berkaitan dengan perilaku makan salah.
ba selengkapanya dengan cara klik di sini

Makanan untuk Mencegah Anemia Pada Ibu Hamil

Anemia Pada Ibu Hamil
Ibu hamil atau wanita hamil sangat beresiko terkena anemia atau kurang darah. Oleh karena itu, ibu hamil harus menjaga asupan gizi untuk menghindari kekurangan zat gizi, folat, dan vitamin B12 yang menjadi penyebab utama terjadinya anemia selama kehamilan.

Anemia selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah. Mempertahankan hemoglobin dalam batas normal sangat penting karena hemoglobin mengangkut oksigen ke janin. Oleh karena itu, penting untuk mereproduksi makanan kaya vitamin C untuk meningkatkan penyerapan zat besi. Sebaiknya juga menghindari makanan yang dapat mengurangi penyerapan zat besi seperti teh dan kopi. Kalsium dalam susu juga dapat mengurangi penyerapan zat besi.

Berikut ini beberapa jenis makanan yang sangat baik dikonsumsi oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia.
untuk dapat membaca lebih lanjut, silahkan klik di sini

Anemia pada Kehamilan


Pada saat sedang hamil, seorang calon ibu sering mengalami anemia. Ketika ia mengalami anemia, darah sang ibu tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan.

Selama kehamilan, tubuh memproduksi lebih banyak darah untuk menopang pertumbuhan bayi. Jika tidak mendapatkan cukup zat besi atau zat gizi lain tertentu, tubuh mungkin tidak mampu menghasilkan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan untuk membuat tambahan darah.


Adalah normal bagi ibu hamil menderita anemia ringan dalam kehamilannya. Tapi beberapa orang mungkin mengalami anemia yang lebih serius akibat dari rendahnya kadar zat besi atau vitamin atau dari alasan lainnya.
Anemia dapat membuat sang ibu merasa lelah dan lemah. Jika anemia terjadi secara signifikan dan tidak diobati, ia dapat meningkatkan risiko komplikasi serius, seperti kelahiran prematur.

Berikut akan dipaparkan mengenai apa yang perlu kita ketahui tentang penyebab, gejala, dan pengobatan anemia selama kehamilan:

Jenis Anemia Selama Kehamilan


Beberapa jenis anemia dapat terjadi selama kehamilan, diantaranya adalah:
  • Anemia defisiensi zat besi
  • Anemia defisiensi folat
  • Anemia defisiensi Vitamin B12 
untuk dapat baca lebih lanjutnya silahkangklik disini

Jangan Anggap Enteng Anemia pada Anak

Jangan Anggap Enteng Anemia pada Anak




Adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab perempuan mudah terkena anemia atau akrab dikenal dengan istilah kurang darah. Namun, anemia kini tak hanya diderita kaum perempuan, tetapi mulai banyak diderita anak-anak. Faktor penyebabnya adalah konsumsi makanan yang defisiensi zat besi dan terkena infeksi penyakit seperti cacing dan malaria.

Melihat dampaknya pada kecerdasan anak dan daya tahan tubuh, anemia bagi anak jangan dianggap enteng. Untuk itu, perlu pendeteksian lebih dini agar apa yang terjadi dapat diatasi dengan lebih baik.
"Angka kematian akibat ibu hamil anemia memang cukup tinggi. Bila penyakit tersebut menjangkiti bayi yang dikandungnya, hal itu akan menghambat perkembangan fisik dan intelektual anak," kata dr Pauline Endang SpGK, Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Fatmawati.
Menurut dr Pauline, bayi lebih berisiko terkena anemia di masa pertumbuhannya yang berjalan cepat, akibat tidak memperoleh masukan zat besi dalam jumlah yang cukup. Begitu juga dengan bayi yang berat badannya terlalu rendah atau bulan lahirnya kurang dari normal, mereka memiliki risiko menderita anemia, karena persediaan zat besi dalam tubuhnya hanya sampai umur dua bulan saja. "Demikian halnya anak umur 1-3 tahun mudah sekali terserang anemia, karena anak pada usia tersebut sulit sekali mengonsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi," tuturnya.
Dijelaskan, anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin atau hemat okrit dalam darah kurang dari batas normal, yang sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa). Rendahnya kadar hemoglobin itu mempengaruhi kemampuan darah menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal.
"Anemia defisiensi besi ini dapat diketahui dari pemeriksaan hemoglobin (HB). Jika HB kurang, dapat dikatakan anak tersebut menderita anemia. Karena fungsi HB adalah untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh," ucapnya.
Karena zat besi berfungsi sebagai pembentuk hemoglobin, maka jenis anemia defisiensi besi ini merupakan jenis kasus anemia yang paling banyak ditemui. Data WHO menyebutkan sekitar 2 miliar penduduk dunia terkena penyakit tersebut.
Dr Pauline menambahkan, masalah anemia patut mendapat perhatian. Karena selama kurun waktu 2001-2003 tercatat ada sekitar 2 juta ibu hamil yang menderita anemia gizi, 350.000 bayi lahir dengan berat badan rendah, 5 juta balita menderita gizi kurang, serta 8,1 juta anak menderita anemia.
Pada anak berusia dua tahun, anemia bisa menyebabkan gangguan koordinasi dan keseimbangan. Sehingga anak kelihatan menarik diri dan selalu ragu. Hal tersebut bisa menyebabkan terhambatnya kemampuan anak dalam berinteraksi dengan temannya.
"Gejala yang ditimbulkan adalah anak terlihat lemah, lelah, letih, lesu, menurunnya daya pikir, mata berkunang-kunang, berkurangnya daya tahan tubuh dan keringat dingin," kata Pauline.
Bayi yang mengalami anemia umumnya lebih rewel, susah makan, kulit pucat, suhu tubuh kadang-kadang dingin dan daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan gampang jatuh sakit dibandingkan dengan anak sebayanya.baca selengkapnya

Anemia Pada Anak Balita

Anemia Pada Anak Balita
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan  masalah defisiensi nutrien tersering pada anak di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita.
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai  rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB . Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%.[i] Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.

 Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolism e saraf.

 Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja.
Bila kekuranganm zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan risiko perinatal serta mortalitas bayi.
Gejala yang paling sering ditemukan adalah pucat yang berlangsung lama (kronis) dan dapat ditemukan gejala komplikasi, a.l. lemas, mudah lelah, mudah infeksi, gangguan prestasi belajar, menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi dan gangguan perilaku.Baca Sengkapnya Disini

Selasa, 07 Januari 2014

Hubungan Antara Konsumsi Gizi Seimbang Dengan Kejadian Anemia Gravidarum Pada Ibu Hamil di Desa Sengguruh Kepanjen

Sekarini, Inu Martina

Keyword : Konsumsi Gizi Seimbang, Kejadian Anemia Gravidarum, Ibu Hamil

Abstrak : Hubungan Antara Konsumsi Gizi Seimbang dengan Kejadian Anemia Gravidarum Pada Ibu Hamil Di Desa Sengguruh Kecamatan Kepanjen. Gizi seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gejala anemia banyak ditemukan pada ibu hamil karena kurang mengkonsumsi gizi seimbang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi gizi seimbang dengan kejadian anemia gravidarum pada ibu hamil di Desa Sengguruh Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang Tahun 2012. Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah analitik korelasional. Responden dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah responden 36 orang. Pengolahan data menggunakan analisa spearman rank correlation dengan taraf signifikan 5%. Hasil analisa menunjukkan bahwa konsumsi gizi seimbang pada ibu hamil sebagian besar adalah tidak mengkonsumsi gizi seimbang yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar 58,3%. Sedangkan kejadian anemia gravidarum pada ibu hamil di Desa Sengguruh Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang Tahun 2012 sebagian besar adalah mengalami anemia yaitu 20 orang atau 55,6%. Dari uji analisis didapatkan nilai signifikan 0.023 dan nilai koefisian korelatifnya -0.378. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi gizi seimbang dengan kejadian anemia gravidarum pada ibu hamil di Desa Sengguruh Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang Tahun 2012. Berdasarkan kesimpulan Kejadian anemia gravidarum dalam kehamilan membuktikan bahwa selama hamil diperlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Oleh karena itu peran tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk mengurangi angka kejadian anemia yang saat ini masih sering diabaikan oleh ibu hamil, namun faktanya jika anemia gravidarum tidak segera terdeteksi maka akan berakibat fatal untuk kesehatan ibu dan janin. Selain itu, peneliti juga berharap untuk peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan penelitian ini sebagai bahan penelitian berikutnya dan sangat diharapkan tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang cukup kepada ibu hamil untuk lebih menjaga kehamilannya.baca selengkapnya

Lokakarya Gernas Sadar Gizi

Permasalahan gizi menurut Riskesdas Tahun 2010 sudah mengalami penurunan namun masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu perbedaan penurunan antar wilayah juga masih cukup tinggi. Sehingga perlu ada gerakan secara nasional baik pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mengubah pengetahuan, sikap dan prilaku masyarakat Indonesia menjadi sadar gizi agar dengan segera dapat menurunkan prevalensi balita gizi kurang, kurus, pendek dan obes demi tercapainya manusia Indonesia yang prima. Bulan Januari tahun 2012 telah dilaksanakan  Lokakarya Gernas Sadar Gizi menuju manusia Indonesia prima di Jakarta yang dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA, dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS. Beliau berharap dengan pertemuan ini dapat terjalin kerjasama guna perbaikan kesehatan dan gizi karena setiap institusi yang hadir sekarang ini memiliki kapasitas spesifik yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan gizi. Perguruan tinggi dengan kemampuan akademik yang dimiliki sangat  tepat dalam mengembangkan model perbaikan gizi  yang cost efektif. Organisasi profesiakan memainkan peranan perbaikan gizi  yang efektif langsung ke masyarakat. Media juga berperan besar dalam mencerdaskan  masyarakat untuk berperilaku sadar gizi.
Melalui Gernas Sadar Gizi Menuju Manusia Indonesia Prima diharapkan dapat diikuti seluruh rakyat Indonesia mulai dari kader-kader masyarakat di posyandu, PKK dan tokoh masyarakat, serta tempat pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan, sosial dan agama. Selain itu perguruan tinggi dan organisasi profesi di harapkan dapat menunjang program pemerintah baik di provinsi maupun kabupaten serta keikutsertaan  media masa sebagai media komunikasi kepada masyarakat dan LSM serta dunia usaha. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Dirjen Bina Giz dan KIA dalam pidatonya ”persoalan gizi tidak bisa diselesaikan oleh satu kementerian saja tetapi harus bersama-sama dari hulu hingga hilir”.
Gerakan Nasional Sadar Gizi merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran gizi masyarakat dalam penerapan gizi seimbang secara terpadu dan terencana dari pengetahuan, sikap dan perilaku melalui kerjasama dan kontribusi para pemangku kepentingan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat demi tercapainya manusia Indonesia yang prima. Dengan demikian Gernas Sadar Gizi diharapkan dapat mempercepat pencapaian target Mellenium Developmend Goals (MDGs) yaitu menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) dan balita pendek (stunting).baca selengkapnya

Sejarah dan Pengertian Gizi Seimbang

Dulu kita mengenal pedoman makan berslogan “4 sehat 5 sempurna”(4S5S) yang dipopulerkan oleh Prof. Poerwo Soedarmo, Bapak Gizi Indonesia, di tahun 1950-an. Namun, sejak tahun 1990-an, pedoman tersebut dianggap tak lagi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi. Hal ini juga sesuai dengan adanya perubahan pedoman “Basic Four” di Amerika Serikat—yang merupakan acuan awal 4S5S pada masa itu—menjadi “Nutrition Guide for Balance Diet”. Di Indonesia, “Nutrition Guide for Balance Diet” diterjemahkan menjadi “Pedoman Gizi Seimbang” (PGS).
Pada konferensi pangan sedunia tahun 1992 di Roma dan Genewa, yang diadakan oleh FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), dalam rangka menghadapi beban ganda mengenai gizi di Negara berkembang, antara lain ditetapkan agar semua negara berkembang yang semula menggunakan pedoman sejenis “Basic Four” memperbaiki menjadi “Nutrition Guide for Balance Diet”. Indonesia menerapkan keputusan FAO tersebut dalam kebijakan Repelita V tahun 1995 sebagai PGS dan menjadi bagian dari program perbaikan gizi. Namun, PGS kurang disosialisasikan sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat cenderung tetap menggunakan 4S5S. Baru pada tahun 2009 secara resmi PGS diterima oleh masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit “Gizi Seimbang” dalam program perbaikan gizi.
strong>Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat –zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB)ideal. Prinsip Gizi Seimbang divisualisasi sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Di Indonesia dalam bentuk tumpeng dengan nampannya yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai “Tumpeng Gizi Seimbang” (TGS). TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit).baca selengkapnya
Gizi Buruk
Gizi buruk atau sering juga dikenal sebagai malnutrisi memang jarang sekali terdengar di negara
maju. Tetapi juga masih banyak terjadi di negara berkembang, termasuk di negara kita sendiri,
Indonesia. Gizi buruk dapat diakibatkan oleh kekurangan gizi, seperti tidak mendapatkan cukup
vitamin atau mineral tertentu. Hal ini memiliki potensi masalah kesehatan cukup parah, serta
harus diatasi secara serius.
Malnutrisi merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak memiliki cukup nutrisi dalam
mempertahankan proses biologis secara normal. Bentuk paling parah dari dampak malnutrisi
adalah akibat dari kelaparan, sehingga orang tersebut tidak mendapatkan makanan serta nutrisi
secara cukup. Malnutrisi tahap berat memang jarang terjadi di negara maju, tetapi beberapa
populasi tertentu juga rentan terhadap bentuk malnutrisi. Orang dengan masalah pencernaan
biasanya menjalani berbagai macam pengobatan, serperti diet ketat, dan sebagainya. Hal ini juga
dapat memungkinkan seseorang tersebut menderita kekurangan gizi akibat kurangnya satu atau
lebih dari asupan nutrisi penting bagi tubuh dalam diet keseharian mereka.
EFEK JANGKA PENDEK
Efek jangka pendek malnutrisi tergantung pada kekurangan jenis nutrisi tertentu. Kelelahan,
pusing serta penurunan berat badan drastis adalah gejala umum dari kekurangan vitamin yang
bisa menyebabkan malnutrisi. Kurangnya beberapa vitamin dan mineral seperti zat seng,
selenium dan vitamin D, C dan A dapat menyebabkan sistem kekebalan menurun yang bisa
membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Anemia juga bisa terjadi akibat
kekurangan zat besi.
EFEK JANGKA PANJANG
Pada jangka panjang, malnutrisi dapat menyebabkan perubahan ireversibel dalam sel dan
jaringan. Pengeroposan tulang atau kerusakan otot dapat terjadi ketika tubuh Anda tidak
mendapatkan cukup kalsium, vitamin D atau fosfat. Masalah pencernaan, paru-paru serta jantung
juga bisa terjadi. Anak-anak, remaja, serta wanita hamil sangat rentan terhadap efek jangka
panjang malnutrisi. Kurangnya nutrisi selama periode ini dapat mengakibatkan masalah
kesehatan seumur hidup, termasuk cacat lahir, cacat fisik, kerusakan otak, pertumbuhan baca selengkapnya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digestif, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Tanpa adanya gizi yang adekuat, maka kualitas hidup tidak akan optimal dan tentunya akan mempenagruhi proses tumbuh kembang.
1.2  Tujuan
Tujuan umum dibuatnya makalah ini adalah mengetahuinya gangguan gizi pada anak. Sedangkan tujuan khusus dari pembuatan makalah ini meliputi :
  1. Mengetahui patofisologi dari gangguan gizi.
  2. Mengetahui  manifestasi klinis dari tiap malnutrisi.
  3. Menegtahui masalah yang dialami anak dan penatalaksanaan malnutrisi.
  4. Mengetahui dampak malnutrisi.
  5. Mengetahui proses tumbuh kembang anak usia sekolah terkait masalah.
  6. Menerapkan proses keperawatan dari malnutrisi.
  7. Mengetahui promotif dan prefentif dari malnutrisi.
1.3  Batasan Masalah
Padamakalah ini penyusun memberikan batasan masalah yaitu hal-hal yang akan dibahas dalam makalah ini terkait dengan gangguan gizi pada anak (malnutrisi atau underweight). Adapun malnutrisi yang akan dibahas disini adalah marasmus dan kwashiorkor beseta dampaknya.






BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1  Pengertian Gizi Buruk
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi (overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya nutrien spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
Tanda-tanda dari banyak kasus malnutrisi yaitu ketika cadanagn nutrisi dihabiskan dan nutrisi serta energi yang masuk tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau tidak memenuhi tanbahan metabolic yang meningkat.
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.


2.2  Penyebab Gizi Buruk
  1. Penyebab langsung
Penyakit infeksi
  1. Penyebab tidak langsung
    1. Kemiskinan keluarga
    2. Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
    3. Sanitasi lingkungan yang buruk
    4. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Selain itu ada beberapa penyebab dari gizi buruk seperti :
  1. Balita tidak mendapat makanan pendanping ASI (MP-ASI) pada umur 6 bulan atau lebih
  2. Balita tidakmendapat ASI ekslusif (ASI saja) atau sudah mendapat makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan
  3. Balita tidakmendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada umur 6 bulan atau lebih
  4. MP-ASI kurang dan tidak bergizi
  5. Setelah umur 6 bulan balita jarang disusui
  6. Balita menderita sakit dalam waktu lama,seperti diare,campak, TBC, batukpilek
  7. Kebersihan diri kurang dan lingkungan kotor.
2.3  Klasifikasi Gizi Buruk
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
  1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
  2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
  3. Berat badan <60% :  marasmus (MEP berat)
  4. Berat badan <60% : marasmik kwashiorkor (MEP berat)Baca Selengkapnya